Sunday 3 May 2015

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Dalam agama inilah, manusia diharuskan dapat menciptakan hubungan baik dengan tiga hal. Hubungan yang dimaksud, yaitu hubungan manusia dengan penciptanya, hubungan manusia dengan lingkungannya, dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Jika kita memiliki bekal ilmu yang baik, ketiga hubungan tersebut dapat dilaksanakan dengan benar. Karenanya, menuntut ilmu termasuk salah satu kewajiban setiap muslim.
Selain alasan diatas, Allah SWT telah menciptakan manusia sebgai khalifah yang bertugas menjaga keutuhan dunia ini. Manusia bertugas mengatur, memberdayakan dan mengelolah segala sumber daya alam yang telah diciptakan Allah SWT ini demi kepentingan dan hajat semua makhluk. Demi menjalankan misinya inilah manusia diwajibkan menuntut ilmu agar dapat mengelolah bumi secara tepat dan benar.
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurnah diantara makhluk-makhluk Allah yang lainnya. Manusia tidak hanya dikaruniai bentuk fisik yang proporsional, perasaan namun juga akal dan pikiran berdasarkan fitrah dan potensi dalam diri masing-masing. Dalam upaya mengembangkan potensi yang dimilikinya sejak dilahirkan itulah manusia wajib menuntut ilmu, sehingga potensi yang dimilikinya dapat bermanfaat dan berguna bagi semua umat dan makhluk di dunia ini.
Kewajiban menuntut ilmu, tidak hanya untuk bidang agama saja, tetapi mencakup semua bidang yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan tujuan agar melalui ilmu tersebut manusia mampu melaksanakan ketiga hubungan secara seimbang. Perintah menuntut ilmu tersebut diatur dalam Al-Quran dan Al-hadis. Ilmu tersebut dapat kita jadikan sebagai bekal meniti jalan menuju kesuksesan hidup. Kesuksesan yang tidak hanya dapat dirasakan di dunia saja tetapi juga di akhirat nantinya. Dalam hal ini, ilmu merupakan salah satu bentuk muamalah duniawiyah. Allah SWT mewajibkan setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan agar menuntut ilmu setinggi mungkin, mulai dari usia anak-anak hingga tiba waktu berpulang kepada-Nya.
Makalah ini akan mengulas dan membahas lebih jauh mengenai kewajiban setiap muslim dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya serta keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah bagi orang yang berilmu.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, diantaranya:
1.      Apa perintah yang mendasari manusia harus menuntut ilmu?
2.      Bagaimana keutamaan yang didapatkan orang-orang yang berilmu?
3.      Bagaimana kedudukan orang-orang berilmu atau alim ulama’ dalam agama islam?
4.      Apa hakikat yang terkandung dalam ayat-ayat allah?
5.      Apa kesatuan antar ayat qauliyah dan ayat kauniyah?

1.3.Tujuan
Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini, antara lain:
1.      Untuk menjelaskan perintah yang mendasari manusia harus menuntut ilmu
2.      Untuk mengetahui keutamaan yang didapatkan orang-orang yang berilmu
3.      Untuk menjelaskan kedudukan orang-orang berilmu atau alim ulama’ dalam agama islam
4.      Untuk mengetahui hakikat yang terkandung dalam ayat-ayat allah
5.      Untuk mengetahui kesatuan antar ayat qauliyah dan ayat kauniyah

1.4.Manfaat
Adapun manfaat yang akan didapat melalui pembahasan makalah ini, meliputi
1.      Bagi penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari dan mengamalkannya bagi pembaca, sekaligus sebagai sebuah jalur dakwah islamiyah.
2.      Bagi pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan kesadaran pembaca mengenai pentingnya berilmu, sehingga dapat lebih serius dan tekun dalam menuntut ilmu karena tidak ada kata berhenti dalam belajar.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perintah Menuntut Ilmu
2.1.1.           Perintah Menuntut Ilmu Dalam Al-Quran
Allah Swt. memerintahkan kepada hambanya untuk menuntut ilmu. Ilmu yang  bermanfaat tentunya menjadi prioritas utama untuk diketahui dan dipahami oleh setiap manusia. Mulai dari ilmu agama hingga ilmu pengetahuan lainnya, semua sangat berguna bagi manusia untuk menjalani kehidupannya. Ayat yang menjadi dasar perintah Allah dalam menuntut ilmu adalah Q.S Al- Alaq 1-5 yang diturunkan pada nabi muhammad di gua hira. Berikut adalah Q.S Al- Alaq 1-5 beserta terjemahan dan pokok kandungan ayatnya:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ            


                              Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menjadikan”.

Ayat di atas tidak menyebutkan objek bacaan maka dari itu kata iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan, dan sebagainya, dank arena objeknya bersifat umum, maka objek tersebut mencakup segala yang terjangkau, baik yang merupakan bacaan suci yang bersumber dari tuhan maupun bukan.
                                                                                                     
                                    خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

“ Menjadikan manusia dari segumpal darah.”

Salah satu cara yang ditempuh oleh Al-Qur’an untuk mengantar manusia menghayati petunjuk-petunjuk Allah adalah memperkenalkan jati dirinya antara lain dengan menguraikan proses kejadiannya.

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ                                    
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah”.
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kembali nabinya untuk membaca, karena bacaan tidak dapat melekat pada diri seseorang kecuali dengan mengulang-ngulangi dan membiasakannya. Nabi saw dapat membaca adalah dengan kemurahan Allah. Dengan demikian hilanglah keuzuran Nabi saw yang beliau kemukakan kepada Jibril ketika menyuruh beliau membaca; “saya tidak pandai membaca, karena saya seorang buta huruf yang tidak pandai membaca dan menulis. “
Ayat Al-Quran yang dibaca oleh generasi terdahulu dan alam raya yang mereka huni, adalah sama tidak berbeda, namun pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus berkembang. 

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ                                

 Yang mengajar dengan (perantaraan) qalam”.

Dengan ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan alam sebagai alat untuk menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka berjauhan tempat, sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. 


عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ                           

Dia mengajar manusia sesuatu yang tidak diketahui”.

Dalam ayat ini Allah menambahkan keterangan tentang kelimpahan karunia-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca.

Ayat diatas merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah Swt. kepada Rasulullah Muhammad Saw. Selain itu, dalam ayat tersebut dapat diketahui perintah Allah Swt. kepada manusia untuk menuntut ilmu, dan dijelaskan juga sarana yang dapat digunakan untuk menuntut ilmu serta kenikmatan yang diperoleh bagi orang-orang yang berilmu. Selain itu adapun ayat-ayat lain yang memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu, antara lain:
            QS.Az-Zumar [39]: 9
“…Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
Dalam ayat tersebut disampaikan bahwa terdapat perbedaan antara orang yang berilmu dan tidak berilmu. Orang berilmu akan mampu menyadari kelemahan dirinya sebagai hamba Allah Swt., memahami tanda-tanda kebesaran Allah Swt. dan memahami bagaimana sebenarnya takwa. Sebaliknya, orang yang tidak berilmu akan mudah mendustakan nikmat-nikmat Allah Swt.
QS.Al-Ashr [103]:1-3
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Dalam ayat-Nya ini, Allah Swt. telah bersumpah atas nama masa/waktu yang di dalamnya terdapat kejadian yang baik dan yang buruk. Selain itu, Allah Swt. juga bersumpah bahwa setiap manusia yang berada di dunia ini pasti akan mengalami kerugian, kecuali bagi yang memiliki bekal dalam hidupnya. Bekal tersebut, yaitu iman, amal shaleh, saling menasehati supaya mentaati kebenaran, saling menasehati supaya menetapi kesabaran.
 QS.At Taubah [9]: 122
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Maksud ayat tersebut adalah agar ada beberapa orang yang menuntut ilmu agama dan memberi peringatan kepada kaumnya. Tujuannya, yaitu apabila yang telah ikut ke medan perang telah kembali supaya tetap dapat menjaga dirinya.
QS.Al-Ankabut [29]: 43
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Itulah beberapa ayat dalam Al-Quran yang menunjukkan perintah Allah Swt. untuk menuntut ilmu. Karenanya, manusia tidak boleh lalai dalam hal satu ini. Ketika manusia melalaikan ilmu, semakin tersesatlah mereka di jalan yang tidak semestinya. Allah Swt. pun menempatkan orang-orang yang menuntut ilmu pada kedudukan tinggi baik di dunia maupun di akhirat nantinya.
Terlebih lagi ketika ilmu tersebut diamalkan kepada orang lain, seperti halnya para imam madzhab yang sampai kini kitab hasil karya mereka digunakan oleh semua umat manusia meski beliau telah tiada, maka orang tersebut akan sangat beruntung. Dengan menyampaikan ilmu kepada orang lain, Allah akan memberikan pahala yang besar sebagai bekal di akhirat nanti.
2.1.2.       Perintah Menuntut Ilmu Dalam Hadits
Selain dalam Al-Quran, perintah menuntut ilmu juga terdapat dalam Al-Hadis. Apa yang telah diperintahkan Allah Swt, dilaksanakan langsung oleh Nabi Muhammad Saw. Segala ucapan dan perbuatan yang telah dilakukan Rasulullah atas dasar perintah Allah Swt, dicatat dan dirangkum dalam A-Hadis oleh para sahabat Rasulullah.
Perintah wajib menuntut ‘ilmu bagi setiap Muslim ini, terdapat dalam Hadits :
طَــلَبُ الْـعِـلْمِ فَـرِ يْـضَـةٌ عَـلىَ كُـلِّ مُسْــلِـمٍ وَ مُسْـلِـمَـةٍ
Menuntut ‘ilmu adalah fardhu kifayah bagi tiap-tiap Muslim baik ia Laki-laki maupun Wanita”. (Ibnu‘Abdil baar).
Berikut ini beberapa hadis mengenai perintah menuntut ilmu yaitu:
1.  Menuntut ilmu/belajar wajib bagi setiap mukmin baik pria dan wanita
“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan” (HR. Ibnu Abdul Barr)
Dalam Hadis tersebut menunjukkan bahwa menuntut ilmu diperintahkan untuk siapapun, baik laki-laki maupun perempuan. Mulai dari usia anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua. Selagi Allah Swt. memberi kesempatan hidup di dunia ini, maka kita hendaknya terus berupaya maksimal menuntut ilmu bermanfaat di dunia dan akhirat nantinya.
2.  Belajar atau mencari ilmu sampai ke negeri Cina
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”. (HR. Ibnu Adi dan Al-Baihaqi dari Anas)
Hadis tersebut menunjukkan bahwa tempat untuk menuntut ilmu tidak terbatas pada satu tempat saja. Hal itu juga menunjukkan bahwa menuntut ilmu tidak hanya terbatas pada satu orang guru saja.
3.  Difardhukan atas setiap muslim yang berakal
“Menuntut ilmu itu fardhu atas setiap muslim”. (HR. Abu Na’im dari hadis ‘Ali)
Hadis ini menunjukkan hukum dari menuntut ilmu bagi setiap muslim adalah wajib/fardhu. Artinya orang yang tidak mencari ilmu berarti akan menanggung dosa.
4.  Dimudahkan untuk sampai ke surga di akhirat
“Barang siapa yang menempuh jalan yang padanya ia menuntut ilmu, maka Allah menempuhkannya jalan ke surga”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Inilah Hadis yang menunjukkan mudahnya hamba Allah SWT menuju surga. Ilmu tersebut tentunya yang ia telah ketahui, pahami dan amalkan dalam kehidupannya.
5.  Menuntut ilmu dikarenakan ketakwaan dan ilmu adalah sahabat yang setia
“Rasulullah Muhammad Saw. bersabda, ‘Belajarlah ilmu karena sesungguhnya belajarnya karena Allah itu adalah taqwa, menuntutnya itu adalah ibadah, mempelajarinya itu tasbih, membahasnya itu adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya itu adalah sedekah, memberikannya kepada keluarganya itu adalah pendekatan diri (kepada Allah). Ilmu itu adalah penghibur di kala sendirian, teman di kala sepi, penunjuk kepada agama, pembuat sabat di kala suka dan duka, kerabat di kala dalam kalangan orang asing dan sebagai menara jalan ke surga. Dengannya Allah mengangkat kaum-kaum, lalu Dia menjadikan mereka sebagai ikutan, pemimpin, dan penunjuk yang diikuti, penunjuk pada kebaikan, jejak mereka dijadikan kisah dan perbuatan mereka diperhatikan. Malaikat senang terhadap perilaku mereka dan mengusap mereka dengan sayap mereka (malaikat). Setiap barang yang basah dan kering sehingga ikan di lautan, serangga, binatang buas dan binatang jinak di daratan, dan langit serta bintang memohonkan ampun bagi mereka.” (Dari Muadz bin Jabbal)
Ilmu adalah bekal yang indah menuju kebaikan dalam amal. Ketika ilmu yang dipelajari benar, maka dari itu amalan orang yang menuntut ilmu tersebut juga benar. Ilmu juga layaknya cahaya penerang di kegelapan sekaligus harapan setiap manusia. Orang yang memiliki ilmu, akan menjalani kehidupan dengan benar berdasarkan kebenaran ilmu yang didapati dan dipelajarinya. Ketika manusia memiliki cita-cita setinggi langit, tentu saja cita-cita itu akan dapat dicapai dengan bekal ilmu yang cukup dan sesuai harapan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung dan dimudahkan memasuki surga Allah Swt. Hal ini sesuai dengan hadis: apabila telah meninggal dunia seorang anak adam, maka putuslah semua amalannya, kecuali tiga perkara, yaitu: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakannya.

2.2. Keutamaan Orang Berilmu
Menuntut ilmu termasuk bagian penting dalam kehidupan. Jika ilmu ditinggalkan, maka manusia akan kesulitan dalam menjalani kesehariannya di dunia ini bahkan di akhirat nantinya. Allah Swt. pun telah mengharuskan setiap hambanya untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun pengetahuan lainnya. Tujuannya tentu saja berkaitan dengan kehidupan manusia dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan yang abadi, yaitu akhirat. Islam telah mengajarkan kepada seluruh umatnya untuk senantiasa memiliki semangat yang tinggi dalam mencari ilmu. Karena mencari ilmu atau sering dikenal sebagai belajar, termasuk amalan yang memiliki tempat mulia di mata Allah Swt.
Orang yang berilmu senantiasa diharapkan untuk membagi ilmunya kepada orang lain. Cara berbaginya pun bervariasi sesuai kemampuan masing-masing. Cara tersebut tentunya harus sesuai perintah Allah Swt, mulai dari ahsan, hikmah, sampai nasihat. Ketiga cara tersebut maknanya sebagai berikut.
a.       Ahsan artinya baik. Cara ini menjadi dasar utama setiap orang berilmu yang mengajarkan atau mengamalkannya kepada orang lain. Baik dalam artian sesuai perintah Allah Swt. ketika memandang dan menilai amalan tersebut, misalnya ramah atau bahkan sopan kepada orang yang diajarinya.
b.      Hikmah artinya ilmu tersebut dapat memberikan manfaat kepada orang yang sedang mempelajarinya. Oleh karena itu, orang berilmu tidak boleh melupakan dasar cara ini.
c.       Nasihat artinya orang berilmu tersebut mengajarkan ilmu yang benar. Ia menyampaikannya sebagai bentuk nasihat bahwa ilmu tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Akan tetapi, hati-hati dengan sikap yang tidak menggurui meski Anda misalnya, telah mempelajarinya lebih dulu.
Ilmu agama serta ilmu pengetahuan lainnya tidak hanya sebatas dimiliki oleh diri sendiri tapi juga dianjurkan untuk diamalkan. Ketika ilmu tersebut diamalkan, secara langsung kegiatan itu dijadikan sebagai tabungan amal seorang muslim. Allah Swt. menempatkan orang yang memiliki banyak amal juga pada posisi yang tinggi di sisi-Nya. Mengamalkan ilmu tidak sebatas yang dianggap butuh saja untuk disampaikan, tapi segala yang dimiliki yang bermanfaat bagi kehidupan.
Dalam berbagi ilmu, janganlah melihat orang yang mau belajar berdasarkan statusnya, kaya atau miskin. Karena, hal-hal duniawi seperti biaya, jenis pakaian, atau tempat belajar tidak akan diperhitungkan oleh Pencipta alam semesta ini. Wajar saja, jika hal-hal tersebut tidak dijadikan pemberat timbangan amal atau keutamaan orang berilmu. Islam senantiasa mengajarkan pemeluknya untuk tidak membedakan status saudaranya yang lain. Alasannya tentu berkaitan dengan perintah Allah Swt. tentang kedudukan seorang muslim sama dihadapan Tuhan Pencipta alam semesta ini. Hal yang membedakannya, yaitu ketakwaan. Oleh itulah, hanya Allah Swt. yang berhak menilai hambanya dan bukan kita sebagai manusia.
Dalam agama Islam, orang berilmu memiliki keutamaan. Keutamaan tersebut hendaknya dapat mendorong semangat setiap muslim. Adapun beberapa keutamaan orang berilmu menurut Islam di antaranya adalah sebagai berikut.
a.       Orang yang berilmu berada pada kedudukan paling tinggi daripada orang dengan amalan lainnya, sekalipun dia termasuk ahli ibadah di dunia ini. Alasannya yaitu orang ahli ibadah melakukan amalan yang berkaitan dengan diri mereka masing-masing. Meskipun dia sering salat, puasa, atau ibadah lainnya yang hanya untuk dirinya sendiri, kedudukan mereka di sisi Allah Swt. tetap berada di posisi selanjutnya setelah orang yang mengamalkan ilmunya. Lain halnya orang yang berilmu, mereka belajar mulai dari membaca, menulis bahkan menghafal ilmunya bukan hanya digunakan untuk diri mereka sendiri, akan tetapi ilmu yang mereka pelajari akan diamalkan juga kepada orang lain. Inilah yang menjadikan orang berilmu memiliki keutamaan lebih daripada orang beramal lainnya. Ilmu yang disampaikan kepada orang lain, tentu ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan.
b.      Adapun keutamaan lainnya, bahwa orang berilmu dikatakan sebagai pewaris para nabi. Hal ini dapat diketahui dari sosok ulama besar seperti ulama dalam 4 madzhab.
c.       Orang berilmu juga akan mendapatkan pahala yang jumlahnya tidak dapat dihitung oleh manusia. Pahala itulah yang akan membantu setiap orang berilmu untuk masuk ke surga-Nya.

2.3. Kedudukan Ulama Dalam Islam
2.3.1.        Pengertian  ulama
Apresiasi al-quran tidak hanya tergambar dari penyebutan kata ‘alim dan derivasinya yang mencapai 823 kali, tetapi terdapat sekian uangkapan yang bermuara kesamaan makna seperti al-aql, al-fikr, al-nazhr, al-basyar, al-tadabbur, al-‘itibar dan al-dzikr. Kata عالم  a>lim yang juga merupakan akar kata dari ulama menurut pakar ahli al-quran Raghib al-ashfahani bermakna pengetahuan akan hakikat sesuatu.
Ulama secara terminologi berasal dari akar kata علم, يعلم   yang berarti mengetahui, Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘alim عالم. ‘Alim adalah isim fail dari kata dasar علم  (‘ilmu) . Jadi  عالم ‘alim adalah orang yang berilmu. Dan علماء ‘ulama adalah orang-orang yang punya ilmu. kata 'alim bermakna suatu pengaruh/bekas atau kemuliaan yang membedakannya dengan yang lain adapun kata ulama, dipahami sebagai orang yg memadukan pengetahuannya dengan pengamalannya.
Secara garis besar ulama terbagi atas 2 golongan diantaranya
a.    Ulama salaf
Kata Salaf dari sisi bahasa berarti segala sesuatu yg terdahulu atau telah lewat. Definisi Salaf secara bahasa Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab :artinya sekelompok orang yg ada di masa lalu, dalam hal ini salaf dipahami sebagai cara berpikir ulama-ulama terdahulu (sahabat dan generasi berikutnya). As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan As-Salaf Ash-Sholeh.
b.    Ulama khalaf
       Kata khalaf secara bahasa memiliki tiga arti yaitu :
1.      bermakna sesuatu yg datang secara brgiliran
2.      antonim terdahulu
3.      sesuatu yang berbeda
sedangkan menurut istilah khalaf adalah kebalikan dari salaf
2.3.2.    Kedudukan ulama
Tidak ada sebuah kitabpun kecuali Al Qur’an, yang memuliakan kedudukan ulama.  Hal itu menunjukkan adanya perintah mengkaji berbagai ilmu sebagaimana firman Allah di bawah ini:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Artinya : ”……Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Faathir : 28)
Dari sini tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa sejak awal agama islam telah bercirikan ilmiah dan rasional. Ciri tersebut sejalan dengan subtansi ajaran islam yang menuntut seseorang yang mengimaninya untuk terlebih dahulu memeiliki ilmu pengetahuan.
Karena itu tidak berlebihan jika abbas Mahmud al aqqad seorang cendekiawan terkemuka di Mesir mengatakan, berfikir dalam rangka mencari kebenaran merupakan bagian dari kewajiban islam. Dan Allah menjadikan mereka (para ulama) sebagai makhluk yang berkedudukan tinggi setelah malaikat, dalam masalah kesaksian keesaan Allah SWT.  Lihat dan perhatikan ayat berikut ini:

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيم
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 

Al Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 dan Ali Imran ayat 3 juga menyebutkan janji Allah tentang akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan pada derajat lebih tinggi.
 يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.  Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا
Rasulullah melalui hadist-hadistnya juga menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa mencari dan memiliki ilmu pengetahuan agar dalam beribadah maupun dalam bertingkah laku mencerminkan muslim yang kaffah yang diberi kemuliaan dan kedudukan mulia di sisiNya.
Para ilmuan (alim ulama’) menurut sunnah rosul adalah pewaris para nabi. Tinta mereka lebih mulia dari darah orang-orang yang mati syahd. Tuhan akan memudahkan jalan ke surga bagi orang-orang yang berilmu di tengah-tengah para nabi dan syuhada’ dihadapan tuhan di akhirat nanti.

2.3.3.    Ciri-ciri ulama
Di antara ciri-ciri ulama adalah:
·           Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.”
·           Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.”
·           Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.
·           Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”
·           Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”
·           Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
Artinya : Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” 
·         Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
1.      وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106) قُلْ آَمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.”


2.3.4.  Tugas Ulama’
Setelah mengetahui ciri-ciri ulama maka ulama pun memiliki beberapa tugas karena itulah ulama sering dikatakan bahwa ulama adalah ahli waris nabi karena itu ulama mempunyai tugas sesuai dengan apa yang dikerjakan nabi. Tugas-tugas tersebut diantaranya adalah :
1.      Menyampaikan ajaran kitab suci itu secara baik dan bijaksana.dengan tidak mengenal takut dan siap menanggung resiko.
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya : Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir
2.      Menjelaskan kandungan kitab suci.
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.[34]
3.      Member putusan atas problem yang terjadi di masyarakat.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya : Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

2.4. Kesatuan Antar Ayat Qauliyah Dan Kauniyah
Makrifatullah adalah buah dari ilmu, ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan, bahwa tiada tuhan selain Allah (Laa ilaaha illahhal). Untuk itulah, agar dapat meraih kebahagiaan yang abadi manusia wajib mengenal Allah SWT. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya baik kauniyah maupun kauliyah.
Allah SWT tidak menampilkan wujud dzatnya yang maha hebat dihadapan makhluk-makhluknya secara langsung dan dapat dilihat seperti kita melihat sesama makhluk. Maka, segala sesuatu yang tampak dan dapat dilihat dengan mata kepala kita, pasti itu bukan tuhan. Allah menganjurkan sesama manusia untuk mengikuti nabi SAW, supaya berpikir tentang makhluk-makhluk Allah. Jangan sekali-kali berpikir tentang dzat Allah. Makhluk-makhluk yang menjadi tanda kebesaran dan keagungan Allah inilah yang disarankan di dalam banyak ayat al-Quran agar menjadi bahan berpikir tentang kebesaran Allah

Ayat Qauliyah
Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah. misalkan:  QS. At-Tin (95): 1-5
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman; sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).

Ayat Kauniyah
Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturan-Nya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya. Misalkan, QS. Nuh (41): 53
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
2.5.Hakikat Ayat-Ayat Allah Dan Integrasi IPTEK Dengan Al-Quran
Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci yang mempunyai kesempurnaan isi, segala sesuatu dijelaskan di dalamnya dan tidak satu pun yang terlupakan. Al-Quran adalah kitab petunjuk dan pegangan keagamaan yang terjaga dan terpelihara keotentikannya.  Kesempurnaaan Al-Qur’an tidaklah berarti memerinci segala aspek vertikal dan horizontal manusia secara menyeluruh dan absolut kesempurnaanya terletak pada dasar-dasar pokok dan isyarat-isyaratnya. Keabsolutannya hanyalah terletak pada semua teks arabnya yang memang benar-benar datang dari Allah SWT, atau dikenaldengan qathi’i al-wurud.
Akan tetapi, meskipun demikian tidak semua ayat Al-Qur’an mengandung arti jelas (qath’iy al-dalalah). Banyak diantaranya mengandung arti yang tidak jelas (zhanny al-dalalah), yang akibatnya menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Menurun Harun Nasution, hal yang diakui sebagai wahyu dalam islam adalah teks arab Al-Qur’an yang diterima Nabi Muhammad dan jibril.
Kalau sudah diubah susunan kata ataupun diganti kata atau sinonimnya, hal itu tidak lagi wahyu, tetapi sudah merupakan penafsiran dari ayat Al-Qur’an. Penafsiran bukanlah wahyu, tetapi adalah hasil ijtihad atau pemikiran manusia. Terjemahan merupakan salah satu penafsiran ayat yang sesuai dengan kecenderungan penerjemah yang bersangkutan. Kecenderungan sufi berlainan dengan kecenderungan teolog dan kecenderungan teolog berlainan pula dengan kecenderungan filosof dan kecenderungan ahli hukum berlainan dengan sufi dan begitulah seterusnya.
Bila diamati, dalam Al-Qur’an dapat ditemukan dua bentuk realitas, yaitu realitas yang dapat didekati dengan pengalaman empiris melalui eksperimen dan observasi dan realitas yang berada di luar jangkauan pengalaman inderawi.
Realitas yang dapat didekati dengan pengalaman empiris memiliki akar teologis dengan ayat-ayat kauniah dan eksistensi individu dalam masyarakat. Untuk menjabarkan dan memahami realitas ini, penalaran mempunyai posisi yang sangat strategis dan menentukan.
Di pihak lain, ada realitas yang berada di luar pengalaman manusia yaitu bagian metafisik yang lebih memerlukan pendekatan iman. Untuk realitas ini, Al-Qur’an menggunakan ungkapan al-ghalib. Muhammad Assad mendefinisikan realitas metafisik sebagai realitas yang berada di luar persepsi metafisik sebagai realitas yang berada di luar persepsi manusia dan tidak dapat dibuktikan melalui observasi ilmiah.
Memahami ayat-ayat yang berhubungan dengan kauniah dan eksistensi manusia dalam masyarakat tidaklah cukup dengan memerhatikan tafsiran teksnya secara harfiah, tetapi haruslah melibatkan banyak disiplin ilmu, terutama ilmu kealaman dan ilmu-ilmu sosial. Di samping itu, seorang penafsir harus memerhatikan konteks ayatnya, yaitu situasi dan kondisi yang melingkupinya dan keadaan sosial kulturalnya.
Dengan munculnya berbagai ilmu pengetahuan dan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tersebut, baik ilmu kealaman maupun ilmu sosial menuntut kita agar memahami dan menafsirkan Al-Qur’an tidak hanya harfiah saja, tetapi haruslah dengan cara pendekatan teoritis. Objek pengamatan yang sama bisa tampak berbeda, karna perbedaan cara penglihatan atau perbedaan pendekatan teori yang kita pakai. Hal ini bisa dimengerti sebab teori tersebut akan membentuk realitas yang diamati. Demikian halnya ketika kita memahami dan menafsirkan Al-Qur’an yang dianggap sebagai realitas, sebagai wujud ketentuan-ketentuan tuhan yang pasti dan jelas tertulis.
Indikasi diatas menunjukkan bahwa penafsiran akan berbeda apabila pendekatan dan teori yang digunakan berbeda. Hasil penafsiran menggunakan paradigma ilmiah tidaklah sama dengan hasil penafsiran secara harfiah. Untuk itu, penafsiran Al-Qur’an yang banyak melibatkan disiplin ilmu pengetahuan akan menghasilkan teori-teori baru dari realitas Al-Qur’an. Dengan realitas ini, objek pengamatan yang terdapat dalam masyarakat dapat diamati secara lebih konstektual dan menghasilkan penjelasan-penjelasan yang lebih bisa diterima, baik yang berhubungan dengan peristiwa sejarah masa lampau maupun keadaan sekarang.
Bertitik tolak dari realitas Al-Qur’an sebagai realitas yang dapat didekati melalui pengalaman empiris sejalan dengan sinyalemen Al-Qur’an tentang ayat-ayat kauniah dan eksistensi manusia dalam masyarakat,maka sesusungguhnya tepat apabila ayat-ayat Al-Qur’an ditafsirkan secara ilmiah dan memadukannya secara relevansif dengan perkembangan ilmu pengetahuan melalui pendekatan analitis interdisipliner dan kontekstual.
Penafsiran terhadap Al-Qur’an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa akan mencul tafsiran baru sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Hal ini relevan dengan karakteristik Al-Qur’an itu sendiri yang mengandung berita masa silam dan keadaan masa depan. Dengan melakukan penelitian dan pengamatan terhadap isyarat-isyarat Al-Qur’an akan membuka tabir rahasia-rahasia yang belum tersentuh oleh generasi sebelumnya. Hakikat ayat sebagai simbol wahyu yang tampak dan tersurat tidak dapat dipisahkan dengan sesuatu yang tersirat.





















BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
1.      Allah Swt. memerintahkan kepada hambanya untuk menuntut ilmu. Ilmu yang  bermanfaat tentunya menjadi prioritas utama untuk diketahui dan dipahami oleh setiap manusia. Ayat yang menjadi dasar perintah Allah dalam menuntut ilmu adalah Q.S Al- Alaq 1-5 yang diturunkan pada nabi muhammad di gua hira.
2.      Dalam agama Islam, orang berilmu memiliki keutamaan, di antaranya adalah sebagai berikut.:
1)     Orang yang berilmu berada pada kedudukan paling tinggi daripada                         orang dengan amalan lainnya, sekalipun dia termasuk ahli ibadah di                         dunia ini
2)     Orang berilmu dikatakan sebagai pewaris para nabi.
3)     Orang berilmu juga akan mendapatkan pahala yang jumlahnya tidak                        dapat dihitung oleh manusia
3.      Ulama adalah orang-orang yang punya ilmu. kata 'alim bermakna suatu pengaruh/bekas atau kemuliaan yang membedakannya dengan yang lain adapun kata ulama, dipahami sebagai orang yg memadukan pengetahuannya dengan pengamalannya.
4.      Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an. Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah.
5.      Penafsiran terhadap Al-Qur’an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa akan mencul tafsiran baru sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Hal ini relevan dengan karakteristik Al-Qur’an itu sendiri yang mengandung berita masa silam dan keadaan masa depan. Dengan melakukan penelitian dan pengamatan terhadap isyarat-isyarat Al-Qur’an akan membuka tabir rahasia-rahasia yang belum tersentuh oleh generasi sebelumnya. Hakikat ayat sebagai simbol wahyu yang tampak dan tersurat tidak dapat dipisahkan dengan sesuatu yang tersirat.





DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 2013. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
www.bimbie.com: 11 Maret 2015, tentang: Kewajiban Menuntut Ilmu Dalam Agama Islam
www.bimbie.com : 15 Maret 2015, tentang: Kedudukan Ulama’ Dalam Islam
www.islampos.com: 22 April 2014, tentang: Hakikat Ayat-Ayat Allah
www.mozaikislam.com: 11 Februari 2015, tentang: Keutamaan Orang Berilmu
www.qolbiah.blogspot.com : 22 November 2011, tentang: Perintah Wajib Menuntut Ilmu
www.zuridanmdaud.blogspot.com: 8 September 2013, tentang: Ayat Qauliyah Dan Ayat Kauniyah

No comments:

Post a Comment